Nabi Ayyub
Ayyub (Bahasa Arab أيوب)
(sekitar 1540-1420 SM) adalah seorang nabi yang ditugaskan berdakwah
kepada Bani Israil dan Kaum Amoria (Aramin) di Haran, Syam. Ia diangkat
menjadi nabi pada tahun 1500 SM dan Namanya disebutkan sebanyak 4 kali
di dalam Al-Quran. Ia mempunyai 26 anak dan wafat di Huran, Syam.
Ayyub dikisahkan sebagai seorang nabi yang paling sabar ketika
mendapatkan cobaan dari Tuhan, bahkan bisa dikatakan bahwa kesabarannya
berada di ambang puncak kesabaran. Sering orang mengagumi kesabaran
kepada Ayub. Misalnya, dikatakan: seperti sabarnya Ayyub. Jadi, Ayyub
menjadi simbol kesabaran dan cermin kesabaran atau teladan kesabaran
pada setiap bahasa, pada setiap agama, dan pada setiap budaya. Allah telah memujinya dalam kitab-Nya yang berbunyi:
“ | Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaih-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya)." (QS. Shad: 44) | ” |
2. Genealogi
Ayyub adalah putra dari Aish (Eswa) bin Ishaq bin Ibrahim. Sebagaimana
disebutkan dalam kisah Yaqub, Aish adalah saudara kembar Yaqub, jadi
Ayyub masih kemenakan Yaqub dan sepupu Yusuf.
Dalam situs web Tayibah.com dijabarkan bahwa silsilah Ayyub adalah
sebagai berikut, Ayyub bin Amus bin Tawih bin Rum bin Ais (Eswa) bin
Ishaq bin Ibrahim.[2]
Sumber lain mengatakan bahwa silsilah Ayyub adalah sebagai berikut, Ayyub bin Amwas bin Zarih dari keturunan Ibrahim.
3. Riwayat
Ayyub adalah salah seorang manusia pilihan dari sejumlah manusia
pilihan yang mulia. Allah telah menceritakan dalam kitab-Nya dan
memujinya dengan berbagai sifat yang terpuji secara umum dan sifat sabar
atas ujian secara khusus. Allah telah mengujinya dengan anaknya,
keluarganya dan hartanya, kemudian dengan tubuhnya. Allah telah
mengujinya dengan ujian yang tidak pernah ditimpakan kepada siapa pun,
tetapi ia tetap sabar dalam menunaikan perintah Allah dan terus-menerus
bertaubat kepada-Nya.
Setelah Nabi Ayub menderita penyakit kronis dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana sahabat dan keluarganya
telah melupakannya, maka ia menyeru Rabbnya, "(Ya Rabbku), sesungguhnya
aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di
antara semua penyayang." (Al-Anbiya’: 83). Dikatakan kepadanya,
"Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum."
(Shod: 42). Nabi Ayyub AS menghantamkan kakinya, maka memancarlah mata
air yang dingin karena hantaman kakinya tersebut. Dikatakan kepadanya,
"Minumlah darinya serta mandilah." Nabi Ayyub AS melakukannya, maka
Allah Ta’ala menghilangkan penyakit yang menimpa bathinnya dan lahirnya.
Kemudian Allah mengembalikan kepadanya; keluarganya, hartanya,
sejumlah ni’mat serta kebaikan yang dikaruniakan kepadanya dalam jumlah
yang banyak. Dengan kesabarannya itu maka ia merupakan suri teladan bagi
orang-orang yang sabar, penghibur bagi orang-orang yang mendapat ujian
atau ditimpa musibah serta pelajaran berharga bagi orang-orang yang mau
mengambil pelajaran.*
Ketika Ayyub sakit, maka ia menemukan kepingan uang
milik istrinya yang diperoleh dari hasil pekerjaannya melakukan
sesuatu, sehingga ia bersumpah akan mencambuknya seratus kali cambukan.
Kemudian Allah meringankannya dari Nabi Ayyub dan istrinya, seraya
dikatakan kepadanya: "Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput)."
Yakni seikat jerami, ilalang, tangkai atau yang lainnya sebanyak seratus
biji, kemudian pukullah ia dengannya "… dan janganlah kamu melanggar
sumpah." (Shod: 44). Yakni melanggar sumpahmu.
Dalam ayat di atas terdapat dalil bahwa kifarat sumpah tidak
disyari’atkan kepada seseorang sebelum syari’at kita, serta kedudukan
sumpah di hadapan mereka adalah sama dengan nazdar, yang mesti dipenuhi.
Juga dalam ayat tersebut terdapat dalil, bahwa bagi orang yang tidak
mungkin dilaksanakan hukuman had atasnya karena kondisinya yang lemah
atau alasan lainnya, hendaklah diberlakukan kepadanya hukuman yang
disebut dengan hukuman tersebut, karena tujuan dari pemberlakuan hukuman
itu ialah pemberian rasa jera, bukan perusakkan atau penghancuran.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik
dari Nabi Muhammad, beliau bersabda, “Sesungguhnya Nabi Allah Ayub AS
diuji dengan musibah tersebut selama delapan belas tahun, dimana
keluarga dekat serta keluarga yang jauh telah menolaknya dan mengusirnya
kecuali dua orang laki-laki dari saudara-saudaranya, dimana keduanya
telah memberinya makan dan mengunjunginya. Kemudian pada suatu hari
salah seorang dari kedua saudaranya itu berkata kepada saudaranya yang
satu, ‘Demi Allah, perlu diketahui, bahwa Ayub telah melakukan suatu
dosa yang belum pernah dilakukan siapa pun di dunia ini.’ Sahabatnya itu
bertanya, ‘Dosa apakah itu?.’ Saudaranya tadi berkata, ‘Selama delapan
belas tahun Allah tidak merahmatinya, sehingga menyembuhkannya dari
penyakit yang dideritanya.’ Ketika keduanya mengunjungi Ayyub AS maka
salah seorang dari kedua saudaranya itu tidak dapat menahan
kesabarannya, sehingga ia menyampaikan pembicaraan tersebut kepadanya.
Ayyub AS menjawab, ‘Aku tidak mengetahui apa yang kamu berdua bicarakan,
kecuali Allah Ta’ala telah memberitahukan; bahwa aku diperintah untuk
mendatangi dua orang laki-laki yang berselisih supaya keduanya mengingat
Allah.
Sedang aku akan kembali ke rumahku dan menutup diri dari keduanya,
karena merasa benci mengingat Allah, kecuali dalam kebanaran.’”
Nabi Muhammad bersabda, “Ketika Ayyub AS
pergi menunaikan hajatnya maka istrinya memegang tangannya hingga
selesai. Suatu hari istrinya datang terlambat dan Ayyub AS menerima wahyu,
‘Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.’
(Shad: 42) Ketika istrinya datang dan bermaksud menemuinya, maka ia
melayangkan pandangannya dalam keadaan tertegun, dan Ayyub AS
menyambutnya dalam rupa dimana Allah telah menyembuhkan penyakit yang
dideritanya, dan rupanya sangat tampan seperti semula. Ketika istrinya
melihatnya, seraya bertanya, ‘Semoga Allah memberkatimu, apakah engkau
melihat nabi Allah yang sedang diuji? Demi Allah, bahwa aku melihatnya
mirip denganmu saat ia sehat.’ Ayyub AS menjawab, ‘Sesungguhnya aku ini
adalah dia.’ Ketika itu di hadapannya terdapat dua buah gundukan yaitu
gundukan gandum dan jewawut. Kemudian Allah mengirim dua buah awan,
dimana ketika salah satunya menaungi gundukan gandum, maka tercurah
padanya emas hingga penuh, sedangkan pada gundukan jewawut tercurah mata
uang hingga penuh.” (HR. Abu Ya’la, 3617, yang dishahihkan al-Hakim
(2/581-582) dan Ibnu Hibban (2091) serta al-Albani dalam kitab
Shahîh-nya no. 17).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar