Minggu, 06 April 2014

Sejarah Berdirinya Partai Demokrat

 
Sejarah baru Partai Demokrat (PD) dimulai. Dinamika yang terjadi pada Rapimnas PD di Jakarta, 17/2,  mengindikasikan dengan jelas bahwa PD bukan lagi milik SBY atau tunduk pada hegemoni SBY. PD telah menjadi milik kader-kadernya dan hanya tunduk kepada AD/ART partai. Beruntunglah PD memiliki Anas Urbaningrum yang menjabat sebagai Ketua DPP pada momen yang tepat. Jika bukan karena kapabilitas Anas Urbaningrum dkk dan atas berkat Tuhan YMK, niscaya PD hampir jatuh ke pelukan feodalisme ortodok yang akan menjerumuskan partai itu ke lubang sejarah!
Siapa pun tak boleh pandang enteng terhadap konstitusi partai. Jangankan kader biasa, bahkan SBY pun nyaris menanggung malu karena mencoba-coba melangkahi AD/ART. Parodi Rapimnas hari ini merupakan peringatan keras bagi para sengkuni, jangan sok merasa berhak menjadi warga istimewa Partai Demokrat.
Sekarang terpulang kepada kader-kader partai untuk melakukan pembenahan, dengan Anas Urbaningrum sebagai lokomotif perubahan. Bukan hanya retorika-retorika melainkan tindakan nyata. Sudah terlalu lama partai ini dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk memuluskan ambisi-ambisi politiknya, sehingga nama besar partai ini terjerumus ke jurang kehancuran. Tiba waktunya meluruskan sejarah. Jika Anas Urbaningrum sukses melakukannya maka bukan tak mungkin elektabilitas partai ini akan menjulang melampaui yang lalu-lalu
 
Langkah pertama adalah mengembalikan fungsi partai pada kedudukan sebenarnya. Terdapat batas yang jelas antara legislatif dan eksekutif. Tak ada istilah partai penguasa, karena parpol itu hanya berhak mengajukan calon, sedangkan yang memilih adalah seluruh rakyat. Selanjutnya Lembaga DPR itu bertugas mengawasi jalannya pemerintahan, di samping tugas konstitusional lainnya. Dalam hal ini Partai Demokrat harus melepaskan diri dari dominasi Presiden SBY, karena mennggabungkan keduanya akan menimbulkan kerugian di kedua sisi.
Langkah penting Anas berikutnya adalah memangkas semua instrumen feodalistik di atas DPP PD, dengan cara yang ‘njawani’ tanpa membuat para tetua terkejut. Sesungguhnya Majelis Tinggi, Majelis Kehormatan, Dewan Pengawas, dll, itu tak ada faedahnya, hanya menghambat kemajuan, kalau bukan akal-akalan pendiri partai untuk melestarikan hegemoninya. Lembaga Tertinggi partai adalah DPP, di atasnya lagi adalah AD/ART. Kalaupun dibutuhkan satu elemen lagi di atas DPP, itu hanyalah Dewan Penasehat, tempat berkumpulnya para sesepuh partai sambil terkantuk-kantuk mengulurkan pengalaman-pengalaman mereka. Dewan Penasehat tidak memiliki wewenang operasional apa pun!
Langkah ketiga adalah keluar dari koalisi partai atau membubarkan koalisi partai yang aneh itu. Tak ada istilah partai koalisi dalam sistem pemerintahan presidensial yang presidennya dipilih langsung oleh rakyat. Setgab koalisi itu pada akhirnya akan mengebiri kewenangan DPR, padahal DPR itu dibutuhkan sebagai lembaga pengawas kinerja pemerintahan
 
Langkah selanjutnya adalah menjadikan Fraksi Demokrat di DPR sebagai motor penggerak lembaga legislatif. Jumlah anggota F-PD di DPR begitu banyaknya. Jika F-PD menginginkan KPK bekerja secara profesional, maka KPK akan bekerja profesional. Jika F-PD di DPR menginginkan Kasus Century terungkap secara transparan, maka kasus Century akan terungkap. Jika F-PD menginginkan presiden bekerja maksimal, maka presiden akan bekerja maksimal. Pokoknya, dengan banyaknya Anggota F-PD di DPR, terbuka peluang bagi Partai Demokrat mendesakkan aspirasinya memajukan kehidupan berbangsa.
Itulah agenda pemulihan nama baik partai, bukan yang lain-lain. Jika Partai Demokrat di bawah pimpinan Anas Urbaningrum dapat menjalankannya, maka PD akan bangkit dengan segala kebesarannya. Jika tidak, maka kesempatan yang terbuka hari ini akan menjadi pepesan kosong belaka.
Sekaranglah waktunya. Terserah kepada Ketua DPP dan segenap kader-kadernya
 
Mau maju atau tidak, semua terserah Anda!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar