Sejarah
baru Partai Demokrat (PD) dimulai. Dinamika yang terjadi pada Rapimnas
PD di Jakarta, 17/2, mengindikasikan dengan jelas bahwa PD bukan lagi
milik SBY atau tunduk pada hegemoni SBY. PD telah menjadi milik
kader-kadernya dan hanya tunduk kepada AD/ART partai. Beruntunglah PD
memiliki Anas Urbaningrum yang menjabat sebagai Ketua DPP pada momen
yang tepat. Jika bukan karena kapabilitas Anas Urbaningrum dkk dan atas
berkat Tuhan YMK, niscaya PD hampir jatuh ke pelukan feodalisme ortodok
yang akan menjerumuskan partai itu ke lubang sejarah!
Siapa
pun tak boleh pandang enteng terhadap konstitusi partai. Jangankan
kader biasa, bahkan SBY pun nyaris menanggung malu karena mencoba-coba
melangkahi AD/ART. Parodi Rapimnas hari ini merupakan peringatan keras
bagi para sengkuni, jangan sok merasa berhak menjadi warga istimewa
Partai Demokrat.
Sekarang
terpulang kepada kader-kader partai untuk melakukan pembenahan, dengan
Anas Urbaningrum sebagai lokomotif perubahan. Bukan hanya
retorika-retorika melainkan tindakan nyata. Sudah terlalu lama partai
ini dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk memuluskan ambisi-ambisi
politiknya, sehingga nama besar partai ini terjerumus ke jurang
kehancuran. Tiba waktunya meluruskan sejarah. Jika Anas Urbaningrum
sukses melakukannya maka bukan tak mungkin elektabilitas partai ini akan
menjulang melampaui yang lalu-lalu
Langkah
pertama adalah mengembalikan fungsi partai pada kedudukan sebenarnya.
Terdapat batas yang jelas antara legislatif dan eksekutif. Tak ada
istilah partai penguasa, karena parpol itu hanya berhak mengajukan
calon, sedangkan yang memilih adalah seluruh rakyat. Selanjutnya Lembaga
DPR itu bertugas mengawasi jalannya pemerintahan, di samping tugas
konstitusional lainnya. Dalam hal ini Partai Demokrat harus melepaskan
diri dari dominasi Presiden SBY, karena mennggabungkan keduanya akan
menimbulkan kerugian di kedua sisi.
Langkah
penting Anas berikutnya adalah memangkas semua instrumen feodalistik di
atas DPP PD, dengan cara yang ‘njawani’ tanpa membuat para tetua
terkejut. Sesungguhnya Majelis Tinggi, Majelis Kehormatan, Dewan
Pengawas, dll, itu tak ada faedahnya, hanya menghambat kemajuan, kalau
bukan akal-akalan pendiri partai untuk melestarikan hegemoninya. Lembaga
Tertinggi partai adalah DPP, di atasnya lagi adalah AD/ART. Kalaupun
dibutuhkan satu elemen lagi di atas DPP, itu hanyalah Dewan Penasehat,
tempat berkumpulnya para sesepuh partai sambil terkantuk-kantuk
mengulurkan pengalaman-pengalaman mereka. Dewan Penasehat tidak memiliki
wewenang operasional apa pun!
Langkah
ketiga adalah keluar dari koalisi partai atau membubarkan koalisi
partai yang aneh itu. Tak ada istilah partai koalisi dalam sistem
pemerintahan presidensial yang presidennya dipilih langsung oleh rakyat.
Setgab koalisi itu pada akhirnya akan mengebiri kewenangan DPR, padahal
DPR itu dibutuhkan sebagai lembaga pengawas kinerja pemerintahan
Langkah
selanjutnya adalah menjadikan Fraksi Demokrat di DPR sebagai motor
penggerak lembaga legislatif. Jumlah anggota F-PD di DPR begitu
banyaknya. Jika F-PD menginginkan KPK bekerja secara profesional, maka
KPK akan bekerja profesional. Jika F-PD di DPR menginginkan Kasus
Century terungkap secara transparan, maka kasus Century akan terungkap.
Jika F-PD menginginkan presiden bekerja maksimal, maka presiden akan
bekerja maksimal. Pokoknya, dengan banyaknya Anggota F-PD di DPR,
terbuka peluang bagi Partai Demokrat mendesakkan aspirasinya memajukan
kehidupan berbangsa.
Itulah
agenda pemulihan nama baik partai, bukan yang lain-lain. Jika Partai
Demokrat di bawah pimpinan Anas Urbaningrum dapat menjalankannya, maka
PD akan bangkit dengan segala kebesarannya. Jika tidak, maka kesempatan
yang terbuka hari ini akan menjadi pepesan kosong belaka.
Sekaranglah waktunya. Terserah kepada Ketua DPP dan segenap kader-kadernya
Mau maju atau tidak, semua terserah Anda!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar