Setidaknya, selama sepuluh tahun terakhir, Prabowo Subianto berusaha menjadi orang nomor satu di negeri ini. Dia memulai upayanya pada 2004 dengan mengikuti kompetisi Konvensi Partai Golkar. Upaya pertamanya lewat jalur internal partai tersebut kandas.
Sesudah itu, Prabowo mulai melakukan beragam langkah untuk bisa mengantarkannya ke kursi RI 1. Iklan, orasi politik, hingga mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya adalah di antara deretan upaya Prabowo tersebut.
Lewat Partai Gerindra, Prabowo menjadi peserta Pemilu 2009 dengan menjadi calon wakil presiden bersama Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden. Lagi-lagi upaya tersebut gagal.
Pada Pemilu Presiden 2014, Prabowo kembali mencalonkan diri, kali ini menjadi calon presiden dengan Hatta Rajasa sebagai calon wakil presidennya. Namun, Komisi Pemilihan Umum menetapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pemenang pemilu presiden ketiga yang dijajal Prabowo untuk menjadi presiden Indonesia.
Berganti jalur
Penetapan hasil Pemilu Presiden 2014 pada 22 Juli 2014 menjadi titik tolak bagi upaya baru Prabowo. Kali ini dia memilih jalur sengketa pemilu dan jalur hukum. Dengan mendasarkan langkah pada dugaan telah terjadi kecurangan secara sistematis, struktural, dan masif, Prabowo menyatakan berupaya untuk mendapatkan keadilan.
KPU lewat sidang pleno terbuka menyatakan Prabowo-Hatta mendapatkan 62.576.444 suara sah dan Jokowi-JK meraup 70.997.833 suara sah. Belum lagi penetapan ini terjadi, Prabowo sudah berancang-ancang memperkarakan hasil Pemilu Presiden 2014. Pada saat terakhir menjelang penetapan, Prabowo telah menyatakan menolak hasil pemilu ini.
"Perjuangan ini baru akan kita mulai Saudara-saudara," kata Prabowo setelah membacakan pernyataan sikap penolakan hasil pemilu presiden dari secarik kertas, Selasa (22/7/2014) (baca: Ini Pernyataan Sikap Prabowo yang Menolak Pelaksanaan Pilpres 2014). Namun, tak ada tanda tangan Hatta terbubuh di secarik kertas itu.
Sesaat sesudah pembacaan pernyataan itu, Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta berubah nama menjadi Tim Koalisi Merah Putih untuk Kebenaran dan Keadilan. Posisi Mahfud MD sebagai ketua tim koalisi digantikan oleh Letjen TNI (Purn) Yunus Yosfiah.
Beda arah
Ancang-ancang itu tak mulus. Sejumlah elite koalisi pengusung Prabowo-Hatta berbeda pernyataan dan langkah. Sebagian dari mereka menyatakan tak akan ada gugatan ke MK karena Prabowo-Hatta telah menarik diri dari proses pemilu.
Namun, tiga hari kemudian, Prabowo dan Hatta yang didampingi sejumlah anggota tim hukumnya justru mendaftarkan gugatan ke MK. Prabowo pun sempat berorasi di sana. "Kalau Saudara cinta Prabowo, Saudara pulang sekarang. Ini adalah proses yang panjang. Saya minta Saudara tenang dan pulang," kata Prabowo yang berorasi dari atas mobil Lexus-nya.
Juru bicara tim, Tantowi Yahya, mengatakan, gugatan tersebut ditempuh karena timnya sudah menemukan cara untuk mengubah keputusan KPU terkait hasil Pemilu Presiden 2014. Meski terlihat tak konsisten, langkah menggugat ke MK ini dinilai positif oleh banyak kalangan dibandingkan pernyataan sebelumnya yang menolak penyelenggaraan pilpres.
Cara lain
Selain menggugat ke MK, Prabowo ternyata juga menempuh jalur lain untuk memperkarakan hasil Pemilu Presiden 2014. Dia, misalnya, mengajukan gugatan pula ke ranah etik dengan mengadu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, sekaligus menggunakan jalur administrasi negara lewat gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara.
Masih ada pula upaya Prabowo untuk membawa persoalan penyelenggaraan pemilu ini ke ranah hukum positif, lewat jenjang lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung. Wacana pembentukan panitia khusus di DPR digulirkan pula.
Tim pengusung Prabowo-Hatta sempat juga mencoba melapor ke Mabes Polri. Langkah yang satu ini kandas karena Polri justru menyarankan kubu pasangan nomor urut satu di Pemilu Presiden 2014 ini membawa laporannya ke Badan Pengawas Pemilu.
Meskipun anggota tim tahu betul langkah-langkah tersebut tak akan membatalkan hasil pilpres, sesuai pesan Prabowo, perjuangan tetap harus dilakukan. Dua dari perjuangan-perjuangan yang telah diupayakan Prabowo tersebut, hari ini akan diputuskan, yakni di DKPP pada pukul 11.00 WIB dan MK pada pukul 14.00 WIB.
DKPP akan memutuskan apakah telah terjadi pelanggaran kode etik oleh para anggota KPU dalam pelaksanaan pilpres. Sementara itu, putusan MK lebih krusial karena merupakan tahap prosedural terakhir dari seluruh proses panjang Pemilu Presiden 2014.
Menunggu putusan MK
Dalam permohonannya, tim hukum Prabowo-Hatta menyampaikan bahwa penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilpres 2014 tidak sah menurut hukum. Alasannya, perolehan suara Jokowi-JK dinilai diperoleh melalui cara-cara yang melawan hukum atau disertai dengan tindakan penyalahgunaan kewenangan oleh KPU.
Tim kuasa hukum Prabowo-Hatta mendalilkan Pilpres 2014 cacat hukum karena berbagai alasan. Salah satu alasan itu adalah perbedaan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) faktual sebagaimana hasil rekapitulasi KPU pada 22 Juli 2014 dengan SK KPU No 477/Kpts/KPU/13 Juni 2014.
Selain itu, tim kuasa hukum Prabowo-Hatta juga menduga KPU beserta jajarannya melanggar peraturan perundang-undangan terkait pilpres. Di antara UU yang diduga dilanggar adalah UU Nomor 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, UU Nomor 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu, serta Peraturan KPU Nomor 5, 18, 19, 20, dan 21 Tahun 2014.
Prabowo-Hatta meminta MK menyatakan batal dan tidak sah keputusan KPU Nomor 535/Kpts/KPU/2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 yang menetapkan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
Setelah itu, Prabowo-Hatta meminta MK menyatakan perolehan suara yang benar adalah yang dicantumkan dalam berkas gugatan, yakni pasangan Prabowo-Hatta dengan 67.139.153 suara dan pasangan Jokowi-JK dengan 66.435.124 suara.
Jika MK berpendapat lain, pasangan calon tersebut meminta Jokowi-JK didiskualifikasi karena menurut mereka telah terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam penyelenggaraan pemilu presiden, lalu digelar pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Indonesia.
Bila MK punya pendapat yang berbeda, kubu Prabowo-Hatta meminta digelar pemungutan suara ulang di sejumlah tempat pemungutan suara yang menurut kubu Prabowo-Hatta bermasalah. Jika MK tetap berpendapat lain, kubu Prabowo-Hatta meminta putusan yang seadil-adilnya atas perkara ini.
Dari sekian gugatan yang diajukan Prabowo-Hatta, apa pun keputusan MK akan menjawab beberapa pertanyaan publik yang mencuat sepanjang proses sengketa hasil Pemilu Presiden 2014.
Salah satu pertanyaan itu adalah akankah putusan MK ini menjadi akhir dari satu dekade upaya Prabowo menuju kursi RI 1? Atau dia tetap berkeras bahwa putusan ini justru awal perjuangan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar