R. Oto Iskandar Dinata merupakan salah satu pahlawan nasional asal Jawa
Barat. Lahir di desa Bojongsoang, Dayeuhkolot, Bandung Kidul 31 Maret
1897. Ayahnya bernama R. Nataatmaja, yang berganti nama menjadi R.H.
Adam Rakhmat setelah pulang dari ibadah haji dan ibunya bernama Siti
Hadijah. Sedangkan diantara saudaranya bernama R. Ating Atma di Nata
yang pernah menjadi Walikota Bandung (1945) dan R. Pandu Prawira di
Nata
Sejak kecil Oto sudah terlihat sebagai orang yang cerdas, mandiri,
pemberani, serta memiliki bakat sebagai pemimpin. Hobinya bermain
sepakbola serta berminat pula terhadap seni. Dalam sepakbola, Oto tidak
hanya pintar bermain bola, juga menjadi pemimpin di klub sepakbolanya.
Di sekolahnya Oto juga selalu menjadi ketua kelas. Salah satu teman
sekolahnya di HIK, R. Ema Bratakusuma, pernah bercerita bahwa jika tidak
terpilih pemilihan ketua kelas atau ketua klub sepakbola, Oto selalu
berusaha dengan berbagai cara hingga akhirnya terpilih menjadi ketua.
Oto menempuh pendidikan dasar di HIS (Hollandsch-Inlandsche School)
Karang Pamulang Bandung, sekolah dasar yang berbahasa pengantar bahasa
Belanda. Dari sana ia melanjutkan ke sekolah guru bagian pertama (HIK)
di Bandung. Tamat dari sana Oto melanjutkan ke sekolah guru atas HKS
(Hogere Kweekschool) di Purworejo, Jawa Tengah.
Setelah lulus dari HKS pada Juli 1920, Oto menjadi guru HIS di
Banjarnegara, Banyumas, Jawa Tengah. Pada tahun berikutnya, Juni 1921
Oto dipindahkan ke Bandung dan mengajar di HIS Volksonderwijs (Perguruan
Rakyat). Pada Agustus 1924 Oto dipindahkan lagi ke HIS Pekalongan, Jawa
Tengah. Agustus 1928 dipindahkan ke Batavia (Jakarta) dan ditempatkan
di HIS Muhammadiyah. Sejak tahun 1932, Oto berhenti menjadi guru, karena
lebih tertarik dengan kegiatan sosial-politik.
Saat tinggal di Banjarnegara Oto bertemu dengan dua hal yang berpengaruh terhadap hidupnya. Pertama bertemu
dengan Raden Ajeng Sukirah dan menikah dengannya pada tahun 1923. Oto
kemudian memiliki 12 anak 7 perempuan dan 5 laki-laki, Kedua,
bertemu dengan organisasi Budi Utomo dan masuk menjadi anggotanya. Ia
tertarik dengan gagasan dan kegiatan organisasi tersebut yang
memperhatikan dan membela nasib bangsa yang dijajah oleh bangsa lain.
Ketika pindah ke Bandung Oto melanjutkan aktifitasnya di Budi Utomo
karena saat itu sudah ada cabangnya di Bandung.meski tidak terlalu
aktif. Oto menghidupkan kembali Budi Utomo cabang Bandung, bahkan beliau
terpilih menjadi wakil ketua. Ketika Budi Utomo cabang Bandung
mengadakan rapat propaganda di gedung Concordia (sekarang gedung Merdeka
) pada 12-13 September 1921, dalam pidatonya Oto mengkritik serta
membuka polemik dengan Paguyuban Pasundan (PP), organisasi orang Sunda
yang didirikan di Batawi, 20 Juli 1913.
Tetapi setahun berikutnya, pada 1922 Oto mendekati PP dengan cara
menulis surat yang dimuat di surat kabar Siliwangi (7 Nopémber 1922)
yang isinya menyatakan bahwa beliau bermaksud untuk masuk Paguyuban
Pasundan. Meski demikian niatnya tersebut baru terlaksana 7 tahun
kemudian (1929), setelah ia tinggal di Jakarta. Barangkali karena
kepindahannya ke Pekalongan yang menyebabkan niatnya itu sempat
tertunda.
Di Pekalongan Oto meneruskan kegiatananya di Budi Utomo. Beliau menjadi
wakil ketua pengurus Cabang Pekalongan. Setelah itu bahkan terpilih
menjadi anggota Gemeenteraad (Dewan Kota) Pekalongan mewakili
Budi Utomo. Oto yang dikenal berani dalam membela rakyat membongkar
kelicikan perkebunan gula Wonopringgo yang ingin mengusai tanah rakyat
hingga rakyat selamat dari penipuan. Kasus tersebut yang disebut
Bendungan Kemuning mengakibatkan konflik dengan residen di Pekalongan,
hingga akhirnya ia dipindahkan ke Batavia (Jakarta).
Di Jakarta Oto mengajar di HIS Muhammadiyah dan dekat lagi dengan
lingkungan sosial budaya Sunda serta Paguyuban Pasundan. Oto yang pernah
berniat masuk Paguyuban Pasundan akhrnya bergabung dengan organisasi
tersebut. Oto kemudian menjabat sebagai sekretaris di Pengurus Pusat (Hoofdbestuur)
Paguyuban Pasundan. Kemudian dalam Kongres PP pada Desember 1929 di
Bandung Oto terpilih menjadi ketua pengurus besar Paguyugan Pasundan.
Paguyuban Pasundan pada masa Oto tidak hanya dianggap sebagai organisasi
lokal Sunda, tetapi gerakannya terasa di lingkungan nasional. PP aktif
dalam Permupakatan Perhimpunan Politik Kemerdekaan Indonésia (PPPKI)
serta Gabungan Politik Indonésia (GAPI). Oto pun terpilih menjadi
anggota Volksraad (parlemen) sebagai wakil dari Paguyuban Pasundan.
Dalam sidang-sidang Volksraad dikenal dengan ucapan-ucapannya
yang tajam dan berani dalam mengecam dan mengkritik pemerintah Hindia
Belanda. Tak jarang Oto berdebat dengan pihak Belanda hingga mereka
sering naik pitam. Karena keberaniannya itu Oto mendapat julukan "Si
Jalak Harupat" yang bermakna seperti ayam jago yang tidak pernah kalah
bila diadu. Nama julukannya "Si Jalak Harupat" sekarang digunakan
sebagai nama stadion sepakbola di Kabupaten Bandung.
Menjelang Kemerdekaan RI Oto Iskandar di Nata ikut dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdékaan Indonésia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdékaan Indonésia (PPKI). Oto juga yang mengusulkan agar Bung Karno dan Bung Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, yang usulannya langsung disetujui oleh anggota sidang PPKI. Setelah kemerdekaan Oto diangkat menjadi Menteri Negara dalam bidang keamanan dalam kabinet pertama RI.
Oto Iskandar di Nata merupakan sosok pejuang yang pantang menyerah, berjiwa nasionalis, dan antipenjajah. Tetapi akhir hidupnya justru terbunuh oleh pihak-pihak yang mengaku sebagai RI. Dalam menjalankan tugasnya diperkirakan menimbulkan ketidakpuasan pihak lain. Hingga akhirnya menjadi korban penculikan pada 10 Desember 1945 oleh para pemuda yang mengaku dari Laskar Hitam, dan dibunuh pada 20 Desember 1945 di daerah Mauk, Tangerang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar