Sisingamangaraja XII memiliki nama asli
Pantuan Besar Ompu Pulo Batu. Ia lahir di Bakkara, Tapanuli, Sumatra Utara, 17
Juni 1849. Ayah dan Ibunya bernama Sisingamangaraja XI (Ompu Sohahuaon) dan
Boru Situmorang. Ayahnya wafat pada tahun 1876, sehingga Sisingamangaraja XII dinobatkan menjadi penerus ayahnya di usia yang baru 19 tahun. Gelarnya adalah Sisingamangaraja XII. Sisingamangaraja berasal dari tiga
kata, yaitu ‘si’, ‘singa’, dan ‘mangaraja’. ‘Si’ adalah kata sapaan, ‘singa’
merupakan bahasa Batak yang berarti bentuk rumah Baka, sedangkan ‘mangaraja’
sama maksudnya dengan kata ‘maharaja’. Jadi Sisingamangaraja berarti Maharaja
orang Batak. Dari
12 orang yang melanjutkan dinasti Sisingamangaraja, Singamangaraja XII
merupakan raja paling populer dan diangkat sebagai pahlawan nasional sejak 9
November 1961.
Sampai pada tahun 1886, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan damai di bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang masih muda. Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-sedikit berdagang. Kalau Raja Sisingamangaraja XII mengunjungi suatu negeri semua yang “terbeang” atau ditawan, harus dilepaskan. Sisingamangaraja XII memang terkenal anti perbudakan, anti penindasan dan sangat menghargai kemerdekaan.
Sampai pada tahun 1886, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan damai di bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang masih muda. Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-sedikit berdagang. Kalau Raja Sisingamangaraja XII mengunjungi suatu negeri semua yang “terbeang” atau ditawan, harus dilepaskan. Sisingamangaraja XII memang terkenal anti perbudakan, anti penindasan dan sangat menghargai kemerdekaan.
Perjuangan
melawan Belanda
Karena
lemah secara taktis, Sisingamangaraja XII menjalin hubungan dengan pasukan Aceh
dan dengan tokoh-tokoh pejuang Aceh beragama Islam untuk meningkatkan kemampuan
tempur pasukannya. Dia berangkat ke wilayah Gayo, Alas, Singkel, dan Pidie di
Aceh dan turut serta pula dalam latihan perang Keumala. Karena Belanda selalu unggul dalam persenjataan, maka taktik
perang perjuangan Batak dilakukan secara tiba-tiba, hal ini mirip dengan taktik
perang Gerilya.
Pada tahun
1887, pejuang-pejuang Batak melakukan penyerangan ke Kota Tua. Mereka dibantu
orang-orang Aceh yang datang dari Trumon. Perlawanan ini dapat dihentikan oleh
pasukan Belanda yang dipimpin oleh J. A. Visser, namun Belanda juga menghadapi
kesulitan melawan perjuangan di Aceh. Sehingga Belanda terpaksa mengurangi
kegiatan untuk melawan Sisingamangaraja XII karena untuk menghindari
berkurangnya pasukan Belanda yang tewas dalam peperangan.
Pada tanggal 8
Agustus 1889, pasukan Sisingamangaraja XII kembali menyerang Belanda. Seorang
prajurit Belanda tewas, dan Belanda harus mundur dari Lobu Talu. Namun Belanda
mendatangkan bala bantuan dari Padang, sehingga Lobu Talu dapat direbut
kembali. Pada tanggal 4 September 1889, Huta Paong diduduki oleh Belanda. Pasukan
Batak terpaksa ditarik mundur ke Passinguran. Pasukan Belanda terus mengejar
pasukan Batak sehingga ketika tiba di Tamba, terjadi pertarungan sengit.
Pasukan Belanda ditembaki oleh pasukan Batak, dan Belanda membalasnya terus
menerus dengan peluru dan altileri, sehingga pasukan Batak mundur ke daerah Horion
Sisingamangaraja
XII dianggap selalu mengobarkan perlawanan di seluruh Sumatra Utara. Kemudian
untuk menanggulanginya, Belanda berjanji akan menobatkan Sisingamangaraja XII
menjadi Sultan Batak. Sisingamangaraja XII tegas
menolak iming-iming
tersebut, baginya lebih baik mati daripada menghianati bangsa sendiri. Belanda
semakin geram, sehingga mendatangkan regu pencari jejak dari Afrika, untuk
mencari persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari
orang-orang Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini
dijuluki “Si Gurbak Ulu Na Birong”. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun
terus bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar,
sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat
Situmorang.Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta,
Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung. Panglima
Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh
Parmalim yang menjadi Penasehat
Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda.
Ini terjadi pada tahun 1906.
Tahun
1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung
Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Ia
bertempur sampai titik darah penghabisan. Boru Sagala, Isteri Sisingamangaraja
XII, ditangkap pasukan Belanda. Ikut tertangkap putra-putri Sisingamangaraja
XII yang masih kecil. Raja Buntal dan Pangkilim. Menyusul Boru Situmorang
Ibunda Sisingamangaraja XII juga ditangkap, menyusul Sunting Mariam, putri
Sisingamangaraja XII dan lain-lain.
Tahun 1907, di pinggir
kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan
Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang, gugurlah
Sisingamangaraja XII oleh peluru Marsuse Belanda pimpinan Kapten Christoffel.
Sisingamangaraja XII gugur bersama dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi
serta putrinya Lopian. Pengikut-pengikutnya berpencar dan berusaha terus
mengadakan perlawanan, sedangkan keluarga Sisingamangaraja XII yang masih hidup
ditawan, dihina dan dinista, mereka pun ikut menjadi korban perjuangan. Gugurnya Sisingamangaraja XII merupakan pertanda
jatunya tanah Batak ke tangan Belanda. Dengan dikuasainya Batak, seluruh
wilayah Nusantara telah dijajah oleh Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar