Kurban atau disebut juga Udlhiyyah atau Dhahiyyah secara harfiah 
berarti hewan sembelihan. Sedangkan menurut istilah, kurban adalah salah
 satu ritual ibadah umat Islam yang ditandai dengan dilakukan 
penyembelihan binatang ternak untuk dipersembahkan kepada Allah. Kurban 
dilakukan di bulan Dzulhijjah pada penanggalan Islam (Hijriyyah), yakni 
pada tanggal 10 (hari Nahar) dan 11,12, 13 (hari Tasyrik) bertepatan 
dengan Hari Raya Idul Adha. Pada tanggal 10 Dzulhijjah-nya umat Islam 
berbondong-bondong pergi ke lapangan untuk melaksanakan shalat sunat dua
 raka’at dan mendengarkan khutbah. Setelah itu bagi orang yang mampu 
berkurban, diteruskan untuk melaksanakan penyembelihan hewan kurban.
  
			 
		
 
			 
		
			 
B. Hikmah Berkurban
		
A.    Sejarah Kurban
		
			          Jika dirunut secara historis, peristiwa penyembelihan hewan
 kurban ini terjadi sejak jaman Nabi Adam As sampai Nabi Muhammad SAW 
dan umatnya. Pada zaman Nabi Adam, kisahnya terdapat padaSurat Al-Maidah
 ayat 27: “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil
 dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan 
kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan 
tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti 
membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban)
 dari orang-orang yang bertakwa".Allah memerintah Adam agar 
mengawinkan Qabil dengan saudara perempuan kembar Habil yang bernama 
Labuda yang tidak bagus rupa, dan mengawinkan Habil dengan saudara 
perempuan kembar Qabil yang bernama Iqlima yang cantik rupa. Pada saat 
itu Adam dilarang Allah mengawinkan perempuan kepada saudara 
laki-lakinya yang kembar. Namun Qabil menolak hal ini, sementara 
Habil menerima. Qabil ingin kawin dengan saudara perempuan kembarnya 
sendiri yang cantik rupa. Maka Adam menyuruh kedua anaknya untuk 
berkurban, siapa yang diterima kurbannya, itu yang menjadi suami bagi 
saudara perempuan kembar Qabil yang cantik. Kemudian kedua anak Adam itu
 berkurban, Habil adalah seorang peternak kambing dan ia berkurban 
dengan Kambing Qibas yang berwarna putih, matanya bundar dan 
bertanduk mulus, dan berkurban dengan jiwa yang bersih. Sementara 
Qabil adalah tukang bercocok tanam, Ia berkurban dengan makanan yang 
jelek, dan niat yang tidak baik. Maka diterima kurbannya Habil dan tidak
 diterima kurbannya Qabil. Dan kurban-kurban itu diletakkan di sebuah 
gunung dan tanda diterimanya kurban itu ialah dengan datangnya api dari 
langit lalu membakarnya. Dan ternyata api menyambar Kambing Qibas kurbannya Habil, sebagai tanda diterima kurbannya. Melihat hal demikian Qabil marah, dan membunuh saudaranya.
		
			           Pada masa nabi Idris, bagi kaumnya ditetapkan hari-hari 
raya pada waktu-waktu yang tertentu serta berkurban. Di antaranya saat 
terbenam matahari ke ufuk dan saat melihat hilal. Mereka diperintah 
berkurban antara lain dengan al-Bakhûr (dupa atau wangi-wangian), al-Dzabâih (sembelihan), al-Rayyâhîn (tumbuhan-tumbuhan yang harum baunya), di antaranya al-Wardu (bunga ros), dan al-hubûb biji-bijian, seperti al-Hinthah (biji gandum), dan juga berkurban dengan al-Fawâkih (buah-buahan), seperti al-‘Inab (buah
 anggur). Sedangkan pada zaman Nabi Nuh, sesudah terjadi banji, Nabi Nuh
 membuat tempat yang sengaja dan tertentu untuk meletakkan kurban, yang 
nantinya kurban tersebut sesudah diletakkan di tempat tadi dibakar. 
Adapun pada masa Nabi Ibrahim, dapat dipahami dari Al-Qur’an Surat 
Ash-Shaffaat ayat 102:“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur 
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku 
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka 
fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa 
yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk 
orang-orang yang sabar". Dalam mimpinya,
 Ibrahim mendapat perintah dari Allah supaya menyembelih putranya Nabi 
Ismail. Ketika sampai di Mina, Ibrahim menginap dan bermimpi lagi dengan
 mimpi yang sama. Demikian juga ketika di Arafah, malamnya di Mina, 
Ibrahim bermimpi lagi dengan mimpi yang tidak berbeda pula. Ibrahim 
kemudian mengajak putranya, Ismail, berjalan meninggalkan tempat 
tinggalnya, Mina. Baru saja Ibrahim berjalan meninggalkan rumah, syetan 
menggoda Siti Hajar: “Hai Hajar! Apakah benar suamimu yang membawa 
parang akan menyembelih anakmu Ismail?”. Akhirnya Siti Hajar, sambil 
berteriak-teriak: “Ya Ibrahim, ya Ibrahim mau diapakan anakku?” Tapi 
Nabi Ibrahim tetap melaksanakan perintah Allah SWT tersebut. Setibanya 
di Jabal Kurban, sekitar 200 meter dari tempat tinggalnya, Nabi Ibrahim 
melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih Ismail. Rencana itu pun 
berubah drastis, sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam surat 
Ash-Shaffaat ayat 103-107: “Tatkala keduanya telah berserah diri dan
 Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran 
keduanya. Dan Kami panggillah Dia: "Hai Ibrahim, “Kamu telah membenarkan
 mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang 
yang berbuat baik”. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
 Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar “.
		
			      Penyembelihan kurban berlaku juga hingga zaman Nabi Musa As. 
Nabi Musa membagi binatang yang disediakan untuk kurban kepada dua 
bagian, sebagian dilepaskan saja dan dibiarkan berkeliaran sesudah 
diberi tanda yang diperlukan. Dan sebagian lagi disembelih.  Pada zaman 
Bani Israil, jika seorang dari mereka berkurban, orang-orang keluar 
menyaksikan apakah kurban mereka itu diterima atau tidak. Jika diterima 
datang api putih (Baidhâ`u) dari langit membakar apa yang dikurbankan. Jika kurbannya tidak diterima, api itu tidak muncul. Dan rupa api itu Lâ dukhâna lahâ wa lahâ dawiyun (api
 yang tidak berasap dan berbunyi). Dan bila seorang laki-laki dari 
mereka (Bani Israil) bershadaqah, jika diterima turun api dari langit, 
lalu membakar apa yang mereka sodaqohkan. Nabi Zakaria dan Nabi Yahya 
adalah di antara nabi dan rasul dari Bani Israil, pada keduanya ada 
kurban. Dan kurbannya adalah binatang dan Amti'atun  (barang-barang)
 lalu dibakar api. Bangsa Yahudi merupakan sebagian dari bani Israil. 
Sementara Bani Israil adalah keturunan Nabi Ya’qub. Nabi Ya’kub 
bergelar, Israil. Pada bangsa Yahudi terdapat kurban yang biasa
 mereka lakukan demikian juga pada bangsa Nasrani. Kurban pada bangsa 
Yahudi dan bangsa Nasrani, yaitu melakukan pengurbanan dengan membakar 
sebagai sesaji yang bertujuan mengingat-ingat kesalahan, yaitu dengan 
menyembelih sapi dan kambing jantan yang mulus, tidak cacat. Dengan 
menghidangkan: tepung, minyak dan susu. Kurban karena adanya 
ketentraman, sebagai rasa syukur kepada Tuhannya. Kurban pada bangsa Nasrani, antara lain: Persembahan missa seorang Kahin
 berupa roti dan arak. Yang menurut keyakinan pada mereka hakekatnya, 
roti dan arak yang mereka kurbankan ditukar dengan daging dan darah al-Masih.
		
			      Selanjutnya, bangsa Arab Jahiliyah juga suka berkurban. Kurban 
mereka dipersembahkan untuk berhala-berhala yang mereka sembah. 
Kurbannya ada binatang yang disembelih untuk berhala, dan ada binatang 
yang dilepas bebas berkeliaran, juga untuk berhala. Cara kurban Arab 
Jahiliyah, yaitu mereka jika menyembelih binatang kurban, seperti unta, 
mereka percikan daging dan darahnya pada al-bait (ka’bah). Jika mereka 
menyembelih binatang, memercikan darahnya pada permukaan ka’bah, dan 
memotong-motong dagingnya lalu mereka simpan di atas batu. Selain kurban
 yang disembelih, juga ada kurban Jahiliyah yang dilepas untuk sembahan 
mereka, yaitu Bahîrah, sâibah, washîlah, hâm. Sembelihan 
Jahiliyyah itu terbagi tiga: 1) Untuk mendekatkan diri kepada sesuatu 
yang dipuja. Sembelihan untuk maksud ini dibakar, mereka ambil kulitnya 
saja, dan mereka berikan kepada Kahin (dukun), 2) Untuk meminta ampun. Untuk maksud ini, dibakar separuh, dan separuhnya lagi diberikan kepada kahin (dukun),
 3). Untuk memohon keselamatan. Untuk maksud ini mereka makan. Pada 
waktu Ayah Nabi, Abdullah bin Abdul Muthalib, belum dilahirkan. Abdul 
Muthalib pernah bernazar kepada berhalanya, bahwa jika anaknya laki-laki
 sudah ada sepuluh orang, maka salah seorang dari mereka akan dijadikan 
kurban di muka berhala yang ada di sisi Ka'bah yang biasa di puja oleh 
bangsawan Quraisy. Oleh sebab itu, setelah istri Abdul Muthalib 
melahirkan anak laki-laki maka mereka itu genaplah sepuluh orang. Abdul 
Muthalib bermimpi pada suatu malam ada suara yang memanggil, yang ia 
tidak mengerti maknanya, yaitu: Ihfir Thayyibah!, lalu pada malam kedua bermimpi lagi: Ihfir Barrah!, berikutnya bermimpi, Ihfir Madhmûnah! dan malam keempat suara dalam mimpinya yaitu: Ihfir Zamzam!.
 Setelah itu baru ia mengerti dan bermaksud untuk melaksanakan mimpinya 
itu. Sebelum pelaksanaan kurban itu, Abdul Muthalib mengumpulkan semua 
anak laki-lakinya dan mengadakan undian. Pada saat itu undian telah 
jatuh pada diri Abdullah. Padahal Abdullah itu seorang anak yang paling 
muda, yang paling bagus rupanya, dan yang paling dicintainya. Tetapi apa
 boleh buat, undian jatuh kepadanya, dan Abdullah menurut saja apa yang 
menjadi kehendak ayahnya.
		
			       Seketika tersiar kabar di seluruh kota Mekkah, bahwa Abdul 
Muthalib akan mengurbankan anaknya yang paling muda. Namun ketika itu 
orang-orang Quraisy menolak dan menghalanginya. Hingga mereka mendatangi
 seorang al-‘Arâfat yaitu kahin di Yatsrib. Kahin Yatsrib 
menghukumi mereka supaya mengundi antara Abdullah dengan unta. Bila 
keluar unta, maka sembelih unta. Jika yang keluar Abdullah maka setiap 
kali keluar diganti dengan 10 ekor unta. Lalu mereka kembali ke Makkah, 
dan melakukan undian antara Abdullah dengan 10 ekor unta. Undian pertama
 keluar Abdullah, lalu diganti dengan 10 ekor unta. Hal ini berulang 
sampai undian yang kesembilan yang keluar Abdullah, baru yang kesepuluh 
keluar unta. Maka Abdul Muthalib mengganti Abdullah  dengan 100 ekor 
unta untuk berkurban. Dan dengan demikian Abdullah urung untuk dijadikan
 kurban oleh ayahnya. Dengan adanya peristiwa itu, maka Nabi Muhammad 
SAW setelah beberapa tahun lamanya menjadi Rasul pernah bersabda: “Aku 
anak laki-laki dari dua orang yang disembelih "Ibnu Dzabihain"."
		
			       Nabi Muhammad SAW melakukan kurban pada waktu Haji Wada di 
Mina setelah solat Idul Adha. Beliau menyembelih 100 ekor unta, 70 ekor 
disembelih dengan tangannya sendiri dan 30 ekor disembelih oleh 
Sayyidina Ali Ra. Allah berfirman: "Dan telah Kami jadikan untuk 
kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh 
kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika 
kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian 
apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri 
makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak 
meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah 
menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur."(Al
 Hajj: 36). Ayat ini menjelaskan binatang yang dijadikan kurban, tujuan 
kurban, cara menyembelih hewan kurban, kapan memakan daging kurban, 
siapa yang dapat memakan daging kurban.
		
			     Dari syari’at kurban pada zaman Nabi Ibrahim yang diteruskan 
oleh Nabi Muhammad SAW seperti yang diuraikan di atas, maka umat Islam 
mengadakan penyembelihan hewan kurban di saat Idul Adha.Allah berfirman 
dalam Surat Al-Kautsar ayat 1-3: “Sesungguhnya Kami telah memberikan
 kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan 
berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang 
terputus.” Bagi orang yang akan menyembelih hewan kurban diwajibkan untuk menyebut nama Allah, sebagaimana firman-Nya: “Dan
 bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), 
supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah 
direzekikan Allah kepada mereka….”(QS. Al-Hajj: 34). Seraya berdo’a:”Bismillaahi Walloohu Akbar, Alloohumma minka walaka, Alloohumma Taqobbal Minnii.”
 (Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah! Ini dari-Mu dan hanya 
untuk-Mu. Ya Allah! Terimalah kurban ini dariku).” (HR. Muslim).  
Sementara hadits-hadits yang berkaitan dengan kurban antara lain: “Siapa
 yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berkurban, 
maka janganlah ia mendekati tempat salat Id kami.” (HR. Ahmad dan Ibn 
Majah); Hadits Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai 
Rasulullah SAW, apakah kurban itu?” Rasulullah menjawab: “Kurban adalah 
sunahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan 
yang kami akan peroleh dengan kurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap 
satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka menjawab: “Kalau 
bulu-bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu
 kebaikan.” (HR. Ahmad dan Ibn Majah); “Jika masuk tanggal 10 Dzulhijjah
 dan ada salah seorang di antara kalian yang ingin berkurban, maka 
hendaklah ia tidak cukur atau memotong kukunya.” (HR. Muslim); “Kami 
berkurban bersama Nabi SAW di Hudaibiyah, satu unta untuk tujuh orang, 
satu sapi untuk tujuh orang.“ (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi).
B. Hikmah Berkurban
  
			Ibadah kurban sangat kaya akan pelajaran atau ‘itibar bagi umat Islam, antara lain:
		- Al-Ikhlaasu Fil-‘Amal.Ibadah kurban merupakan pendidikan keikhlasan dalam beramal. Niat kurban itu hanya untuk dan demi menuju ridha Allah semata (Taujiihul ‘Ibaadah Libtighaai Mardhootillaah). Tidak boleh disertai kepentingan lain, selain lillahi rabbil'alamin. Syi'ar kurban bukan ajang pamer kekayaan dan kemewahan, melainkan kebanggaan dan keunggulan beribadah yang ditujukan hanya untuk Allah Yang Maha Kaya, sebagaimana bunyi do'a: "Warzuqnaa wa anta khairur-raaziqiin,” Ya Allah, beri kami rezeki, sebab Engkau adalah sebaik-baik Pemberi Rezeki." (QS. Al-Maidah: 114). Allah ingin menanamkan pembelajaran motivasi pada kita semua, agar melepaskan baju kepentingan apapun, di luar kepentingan Tauhidullah semata. Dan ini tercermin dalam do'a kurban:”Bismillaahi Walloohu Akbar, Alloohumma minka walaka,Alloohumma Taqobbal Minnii.”(Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah! Ini dari-Mu dan hanya untuk-Mu. Ya Allah! Terimalah kurban ini dariku).” Seorang Muslim yang berkurban pada setiap tahunnya berarti ia telah melakukan sebuah latihan beramal yang diliputi oleh rasa ikhlas. Ikhlas dalam beramal merupakan salah satu kunci dalam beribadah kurban, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim. Teladan Nabi Ibrahim adalah merupakan sebuah contoh yang sangat monumental yang patut ditiru oleh generasi Muslim sepanjang zaman. Perjuangan dan pengorbanan Nabi Ibrahim serta anak beliau Nabi Ismail yang berjuang menaklukkan godaan syaitan. Syaitan membujuk mereka supaya mengurungkan perintah Allah dengan tidak perlu menyembelih putera tersayang Ismail yang remaja belia yang diharapkan menjadi pengganti dan penerus cita-cita menegakkan dan mendakwahkan kalimat tauhid yang menjadi inti aqidah Islam.Kalau bukan karena kecintaan Allah SWT dan keyakinan yang mendalam atas keagungan dan kebesaran serta rahmatNya, maka mustahil seseorang mampu mengorbankan sesuatu yang berharga yang merupakan milik satu-satuya yang dimilikinya. Inilah puncak kecintaan dan ketulusan kepada Allah, yang sekaligus merupakan bukti nyata Nabi Ibrahim a.s yang telah benar-benar lulus menghadapi ujian yang sangat serius dari Allah. Kenyataan ini menjadi contoh teladan yang baik sekali bagi manusia dan kemanusiaan yang secara fitrah manusia itu cenderung kepada penghambaan diri hanya kepada Allah, yang dimanifestasikan dalam bentuk ibadah. Karena untuk kepentingan beribadah itulah manusia itu diciptakan oleh Allah. Dan dengan jiwa keibadahan itulah manusia mampu mencapai kesucian jiwa.
- Al-Ihsaan Fil-Udlhiyyah. Dalam praktek penyembelihan kurban ini ada tujuan ihsan, antara lain dengan menyayangi binatang, seperti dalam hadits Syaddab bin Aus Al Anshari ra, Shahih Muslim (3:1548), Nabi SAW menyuruh untuk berlaku ihsan terhadap semua makhluk Allah, yang hidup maupun yang sudah mati, manusia maupun binatang. Penyembelih atau tukang potong tidak boleh menakut-nakuti hewan sembelihan, pisaunya harus tajam, tidak boleh menyakiti hewan kurban dengan mengambil sebagian dari dagingnya sebelum disembelih, sembelihlah binatang itu dengan baik.
- Idzhaarul Manaafi' Duniawiyyah wal Ukhrawiyyah,yakni tujuan menampakkan manfaat duniawi dan ukhrawi dari inti-inti ajaran Islam, seperti tujuan kesehatan pada menyedekahkan dagingnya, tujuan ekonomi pada pembelian hewan, tujuan budaya pada kedatangannya setiap tahun, tujuan sosial pada berhimpunnya banyak jama'ah saat penyembelihan dan pembagian dagingnya, dan sebagainya. Dalam kurban, nilai-nilai solidaritas sosial betul-betul nampak. Setiap insan harus saling mengasihi dan menyayangi, peduli terhadap orang lain, dan membantu orang-orang yang tidak mampu. Manusia adalah makhluk zon politicon, yaitu makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, ia membutuhkan bantuan orang lain.Dengan berkurban berarti kita sudah peduli dengan lingkungan sekitar kita, khususnya bagi mereka yang hampir sepanjang tahunnya tidak mampu menikmati daging, karena tergolong fakir atau miskin. Berkurban berarti ikut membantu beban penderitaan orang lain yang lagi kesusahan. Mungkin saatnyalah kita senantiasa berempati kepada sesama agar hidup ini penuh berkah dan berarti bagi diri sendiri, orang lain dan tentunya bagi Allah SWT.
- Al-Quwwatu Fil-‘Aqiidah.Dengan menyembelih hewan kurban, kita diingatkan untuk selalu menyebut asma Allah sambil mengenang jejak sejarah anak Nabi Adam dan napak tilas nilai perjuangan dan pengorbanan Nabi Ibrahim dengan isteri dan anaknya, sekaligus nilai sejarah Masy'aril Haram dari 'Arafah, Mudzdalifah, Mina dan tempat bersejarah lainnya. Dengan senantiasa menyebut nama Allah, keyakinan kita terhadap-Nya semakin kuat. Dimana dan kapan pun berada, kita selalu mengingat-NyA.
- Al-Idzhaabu Shifaati Hayawaan.Kurban mendidik manusia untuk menghilangkan sifat-sifat kebinatangan, seperti rakus, tamak, dan lain-lain. Di samping itu, pekerjaan atau profesi yang menjurus kepada kemaksiatan sehingga pelakunya sering dipanggil dengan idiom-idiom atau jargon-jargon binatang harus dihindari. Penyebutan panggilan tersebut contohnya: lelaki hidung belang (sebutan bagi lelaki yang suka berzina), kupu-kupu malam (sebutan bagi perempuan pelacur/pezina), lintah darat (sebutan bagi para rentenir), buaya darat (sebutan bagi lelaki/perempuan gombal yang suka berbohong/berdusta/bersilat lidah), tikus-tikus kantor (sebutan bagi orang yang suka korupsi). Sebutan-sebutan tersebut identik dengan dosa dan kemaksiatan, maka wajib bagi umat Islam untuk menjauhinya.
- Idzhaaruut Taqwa Ilallooh.Kurban merupakan perwujudan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Implementasi dari rasa dan sikap umat untuk mengerjakan perintah-Nya. Firman-Nya dalam SuratAl-Hajj ayat 37: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
-    
			(Dimuat di Majalah Qalam MUI Kota Tasikmalaya)
 
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar