Meski demikian, cara Jokowi berpidato disambut reaksi beragam. Beberapa orang menyambut baik pidato yang disampaikan dalam Bahasa Inggris tersebut. Sementara yang lain menganggap pidatonya agak terkesan amatir dan terlalu fokus pada masalah domestik.
“Pada dasarnya, ia memakai pidato kampanye untuk hadirin internasional,” kata Yohanes Sulaiman, dosen di Universitas Pertahanan Indonesia, Jakarta. “Maksud saya, [apa tepat] bicara soal memangkas subsidi bahan bakar untuk membeli bijih tanaman bagi petani?”
Pidato di hadapan ratusan tokoh bisnis dalam forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Beijing tersebut menjadi debut Presiden Jokowi dalam serangkaian konferensi internasional selama satu minggu ke depan. Banyak investor dan pemimpin dunia tidak sabar mendengar opini Jokowi terkait banyak hal. Banyak juga yang mengamati bagaimana mantan walikota yang dikenal lugas itu—meski relatif kurang lancar berbahasa Inggris—tampil sebagai pemimpin sebuah negara berpopulasi terbanyak keempat di dunia.
Presiden Jokowi memulai pidatonya yang berdurasi sekitar 13 menit itu dengan tekad mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang membebani anggaran Indonesia. Subsidi BBM yang mahal membatasi Jokowi mengalokasikan dana untuk reformasi sosial dan pembangunan infrastruktur yang telah dijanjikannya.
Ia lalu bicara soal beberapa proyek infrastruktur, seperti pembangunan pelabuhan, rel kereta, dan transportasi massal, sebagai contoh luasnya peluang investasi di Indonesia. Sebelum menutup pidato, Jokowi menyinggung masalah yang selama ini membatasi penanam modal, seperti kesulitan membeli lahan untuk pengembangan proyek.
Menurut Yohanes, membicarakan soal kesulitan berbisnis di Indonesia di hadapan hadirin internasional adalah langkah yang buruk. Hal ini justru mengalihkan fokus hadirin dari pesan utama Jokowi: mempromosikan Indonesia.
Analis lain merasa Jokowi sukses menawarkan jaminan yang sangat dibutuhkan agar investor melirik Indonesia. Dalam survei kemudahan berbisnis, negara ini konsisten duduk dalam peringkat hampir terbawah.
“Kemudahan menyelesaikan sengketa lahan dengan tepat waktu akan menjadi indikator kenaikan kapasitas pemerintah dalam menyelesaikan proyek-proyek infrastruktur,” kata Anton Alifandi, analis di firma konsultasi IHS.
Pidato Jokowi disambut tepuk tangan meriah, meski beberapa orang menilainya kurang visi dan lebih terlihat seperti presentasi badan investasi.
Charles Morrison, presiden lembaga non-profit East-West Center, bahkan membahas slide Power Point Jokowi. Dalam akunnya di Twitter, ia memuji “Bahasa Inggris Jokowi yang bagus dan sederhana” serta keputusannya berpidato tanpa teks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar