Kisah ini
termasuk kategori ‘Raddus-Syuhubuhat’ (jawaban atas tuduhan) tentang
Islam. Musuh-musuh Islam selalu mencari-cari permasalahan dalam agama ini yang
sulit dijawab oleh logika kita dan tujuannya agar kaum Muslimin ragu terhadap
kebenaran agama mereka, terutama masalah aqidah.
Saya juga
kurang ingat betul apakah ketiga pemuda itu beragama Kristen atau
Atheis yang anti agama. Intinya ketiga orang pemuda itu ingin menguji pemahaman
seorang ulama tentang Islam. Kalau ia tidak bisa menjawab ketiga pertanyaan
itu, apalagi orang awam. Dan kalau tidak ada jawaban yang logis dan memuaskan,
maka ada kelemahan dalam agama ini.
Ketiga
pemuda itu menemui sang ulama, dengan penuh yakin bahwa sang ulama tidak bisa
menjawab salah satunya mulai berbicara,
“Ya syeikh,
katanya Allah itu ada, mana buktinya? Kenapa tidak bisa kita lihat?”
“Cukup? Ya,
ada pertanyaan lagi?” sambut ulama itu.
“Ada syeikh,
katanya Allah telah menentukan segalanya, termasuk amal perbuatan kita sudah
ditentukan dan ditakdirkan. Kalau memang demikian, kenapa musti ada hisab? Dan
kenapa musti ada hukuman bagi orang yang melakukan kesalahan?” pemuda kedua
bertanya.
“Ya bagus.
Ada lagi yang ditanyakan?” tantang syeikh itu.
“Ya ada lagi
syeikh. Katanya syetan itu diciptakan dari api. Dan kita tahu bahwa syetan
nanti akan dimasukkan ke dalam neraka. Apa ada pengaruhnya, api dibakar dengan
api?” Tanya pemuda ketiga.
“Cukup atau
ada lagi?”
“Cukup
syeikh.”
“Ya sebentar
ya…”
Sang ulama
tidak menjawab melainkan mengambil beberapa genggam tanah keras lalu…
Pluk…
prak…duss…
Dilemparkan
tanah keras itu ke muka ketiga pemuda itu, dan ketiganya meringis kesakitan.
Darah pun bercucuran dari wajah mereka.
“Ya syeikh,
kami bertanya baik-baik, kenapa Anda melempar kami?”
“Itu
jawabannya…” jawab ulama itu.
Kedua pemuda
itu pergi dan langsung membawa kasus ini ke pengadilan. Melaporkan perbuatan
ulama itu agar diadili karena kezhalimannya.
Pengadilan
menerima aduannya dan ulama itu pun dipanggil.
Saat sudah
berada di atas kursi terdakwa hakim mulai memproses hukumnya dan menanyakan
kepada ulama itu perihal dakwaan ketiga pemuda itu.
“Ya syeikh,”
kata hakim. “Benarkah Anda telah menyakiti ketiga pemuda ini? Bisa Anda
jelaskan?”
“Ketiga
pemuda itu menanyakan tiga hal dan saya telah menjawabnya.”
“Jawaban
macam syeikh? Lalu kenapa mereka terluka seperti itu?”
“Ya, itu
jawabannya.”
“Saya tidak
mengerti, bisa Anda jelaskan?”
“Mereka
bertanya bahwa Allah itu ada, jika ada, mana buktinya? Kenapa kita tidak bisa
melihatnya? Sekarang saya bertanya, bagaimana rasanya saya lempar dengan tanah
keras itu? Sakit?”
“Jawab wahai
pemuda?” minta hakim kepada salah satunya.
“Ya sakit.”
“Kalau
memang sakit, berarti sakit itu ada, kalau memang ada, mana buktinya? Kenapa
saya tidak melihat ‘sakit’ itu?”
“Ini, darah
ini syeikh. Darah ini tanda bahwa sakit itu ada.”
“Begitulah
pak Hakim, dia tidak bisa membuktikan adanya sakit dan tidak bisa melihat sakit
itu, hanya menunjukkan tandanya, darah. Bahwa sesuatu yang ada tidak mesti bisa
dilihat. Tapi ada tanda-tandanya. Sakit itu ada dan tidak bisa kita lihat,
hanya ada buktinya, darah. Demikian halnya dengan Pencipta kita, Allah Azza wa
Jalla. Ia ada, namun keterbatasan akal kita tidak bisa menangkap
keberadaan-Nya. Dan seluruh makhluk di jagad raya ini adalah bukti bahwa Allah
itu ada.”
“Bisa
diterima,” sela hakim.
“Pertanyaan
yang kedua pak hakim, mereka bertanya bahwa Allah telah menentukan segalanya
termasuk amal perbuatan manusia dan mentakdirkannya, jika demikian, apa gunanya
hisab dan kenapa mesti ada hukuman bagi orang yang berbuat salah?”
“Apa jawaban
Anda syeikh?”
“Sekarang
saya bertanya kepada kalian. Kalau Anda berkeyakinan seperti itu, kenapa
melaporkan perbuatan saya ke pengadilan? Perbuatan saya kan sudah ditentukan?”
“Bisa
diterima syeikh, ada lagi?
“Yang ketiga
bertanya, syetan adalah makhluk yang diciptakan dari api, lalu di akhirat nanti
akan masuk neraka dan disiksa dengan api. Dan saya telah melempar mereka dengan
tanah, kita tahu bahwa mereka, kita diciptakan dari tanah, kalau memang
sama-sama dari tanah kenapa mesti meringis kesakitan?”
Hakim pun
menerima argumentasinya dan memutuskan bebas untuk sang ulama…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar