Tepat
69 tahun yang lalu Pada 10 November 1945 pagi, tentara Inggris melancarkan
serangan besar-besaran dan dahsyat sekali, dengan mengerahkan sekitar
30.000 serdadu, 50 pesawat terbang, dan sejumlah besar kapal perang.
Berbagai bagian
kota Surabaya dihujani bom, ditembaki secara membabi-buta dengan meriam
dari laut dan darat. Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang
meninggal dan lebih banyak lagi yang luka-luka. Tetapi, perlawanan
pejuang-pejuang juga berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif
dari penduduk.
Pihak Inggris
menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan
dalam tempo 3 hari saja, dengan mengerahkan persenjataan modern yang
lengkap, termasuk pesawat terbang, kapal perang, tank, dan kendaraan
lapis baja yang cukup banyak.
Namun di luar
dugaan, ternyata para tokoh-tokoh masyarakat yang terdiri dari kalangan
ulama' serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH.
Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya mengerahkan
santri-santri mereka dan masyarakat umum (pada waktu itu masyarakat
tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan
taat kepada para kyai) juga ada pelopor muda seperti Bung Tomo dan
lainnya. Sehingga perlawanan itu bisa bertahan lama, berlangsung dari
hari ke hari, dan dari minggu ke minggu lainnya.
Perlawanan rakyat
yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi,
makin hari makin teratur. Pertempuran besar-besaran ini memakan waktu
sampai sebulan, sebelum seluruh kota jatuh di tangan pihak Inggris.
Peristiwa berdarah
di Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di
seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan
kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban
ketika itulah yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan.
Hari pahlawan
merupakan rangkaian yang tak terpisahkan dari diorama perjuangan bangsa
yang diawali dengan sumpah pemuda (28 Oktober), Kebangkitan nasional
(20 Mei), sampai puncaknya kemerdekaan (17 agustus). Kita harus mampu
memahaminya dalam satu tarikan nafas.
Peringatan
peristiwa sejarah dimaksudkan untuk memperbarui semangat kebangsaan
kita sebagai warga negara. Peristiwa-peristiwa tersebut memiliki makna
yang sangat dalam tentang semangat perjuangan yang dilakukan para
pejuang tempo dulu dalam menghadapi dan menghalau para penjajah Belanda
dari bumi nusantara.
Semangat heroik
para pahlawan itu menjadi patokan nilai bagi generasi sekarang dan masa
mendatang dalam mengisi kemerdekaan. Perjuangan melepaskan diri dari
belenggu penjajahan merupakan perjuangan yang sangat berat, namun
perjuangan mengisi kemerdekaan lebih berat lagi.
Tantangan yang
dihadapi generasi saat ini lebih kompleks dengan musuh yang tidak lagi
kasat mata seperti penjajah pada masa kemerdekaan dulu. Sekarang kita
dituntut mampu melepaskan diri dari penjajahan kebodohan, kemiskinan
dan keterbelakangan.
Hari pahlawan
menjadi momen tepat untuk memperkuat kembali jiwa kerelaan berjuang dan
berkorban demi kepentingan bangsa. Semangat berkorban ini bagi
generasi yang lahir paska kemerdekaan dan tidak merasakan perjuangan
fisik telah mulai terkikis. Jiwa berkorban yang dulu begitu besar
dimiliki para pejuang sekarang hilang diganti oleh jiwa rakus, aji
mumpung, dan mental korup.
Hal inilah yang
perlu direnungkan generasi penerus bangsa untuk tidak melupakan Sejarah
Perjuangan Bangsa, karena ada peribahasa: Kalau ingin menghancurkan
suatu bangsa, hancurkanlah sejarahnya (Milan Kundera, Ilmuwan Chekoslowakia). Kenyataannya dewasa ini para generasi penerus banyak yang melupakan sejarah.
Terkotak-kotak!
Tidak bisa membaur. Diskriminatif! Kulit putih mata sipit membuat
lingkaran sendiri. Kulit sawo matang membuat lingkaran sendiri. Kulit
hitam membuat lingkaran sendiri!. Berjuang demi kejayaan kelompoknya
sendiri. Yang kaya menindas yang miskin. Naudzubillahi Mindzaliq...
Mari semua dengan semangat Hari Pahlawan ini kita bersatu padu dalam keragaman. Mari kita teladani semangat juang arek-arek Suroboyo waktu itu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar